Arifin menambahkan, saat ini kasus PMK di Jabar juga mengalami penurunan. Hal ini dirasakannya berbeda dari awal kasus PMK masuk ke Jabar yang angkanya mencapai ribuan sapi yang terdampak dan ada yang meninggal.
“Kalau peningkatan kasus tidak ada, sekarang posisinya kasus aktif di Jabar cumab tinggal lima persen atau setara dengan sekitar 4.000 an dari jumlah yang asalnya terkonfirmasi sekitar 50 ribu. Jadi kesembuhan kita sidah 80 persen,” katanya.
Dari 40.000 kasus sapi yang terkonfirmasi PMK ditemukan ada di beberapa kabupaten produsen susus besar. Seperti, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Kuningan.
“Paling gede kasusnya itu di kabupaten Bandung itu diatas 1.000, kemudian Sumedang, Indramayu, Tasikmalaya, Kuningan. Itu angkanya masih cukup tinggi di atas 200 an. Nah kalau yang lainnya sidah ada delapan kota yang Zero kasus,” kata dia.
Adapun terkait harga jual susu perah dari petani di Jabar, Arifin menilai, masih tetap di angka normal pascakenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi oleh pemerintah pusat. Sektor produksi susu perah belum terkena dampak peningkatan harga BBM.
Dia mengatakan, berbeda dengan sektor lainnya, di mana produksi susu perah masih belum meningkat.
“Sementara ini belum (ada peningkatan dampak kenaikan harga BBM), masih tetap di Rp7 – 8 ribu perliter. Artinya, masih normal dan belum terdampak,” katanya.
Menurut Arifin, kenaikan harga susu bisa dibilang beda dengan beberapa komoditi pasar secara umum. Sebab, terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh untuk menentukan kenaikan harga susu.