Acara ini juga dimeriahkan oleh penampilan dari komunitas Kabumi UPI, Savrapanca, serta Angklung Buncis Cirendeu. Bahkan ada beberapa peserta yang memainkan angklung digital dan hal tersebut diapresiasi oleh Kadisparbud Jabar.
“Kita tidak bisa menghindari perkembangan teknologi. Poinnya adalah, bagaimana warisan budaya tidak hilang walaupun platformnya berbeda-beda. Yang penting masyarakat dunia khususnya Indonesia paham betul bahwa angklung berasal dari Jawa Barat. Dengan digitalisasi, maka akan lebih cepat diterima dan dikenal secara global,” tuturnya.
Kadisparbud berharap kesenian angklung bisa dijadikan kurikulum di sekolah dasar. Menurutnya itu menjadi bagian dalam upaya pelestarian dan pemajuan kebudayaan daerah.
“Kami coba mengimbau agar angklung ini ada di kurikulum atau ekstrakurikuler pendidikan dasar 9 tahun, khususnya di kabupaten/kota Jawa Barat. Sehingga nanti akan semakin banyak anak muda yang mengenal dan bisa memainkan kesenian angklung,” ucap Kadisparbud.
Sebelum festival angklung, Disparbud Jabar sudah lebih dulu menggelar pentas Tari Merak Sadunya dan Tari Ronggeng Gunung yang diikuti oleh seribu lebih peserta. Hal tersebut juga merupakan upaya dalam pelestarian dan pemajuan kebudayaan asli daerah Jawa Barat.