Contohnya seperti penelitian di Yogyakarta ungkap dia, dimana ada anak kurang gizi diujicoba dengan daun kelor dan hasilnya berat badan meningkat serta mengatasi anemia pada ibu hamil.
Bukan hanya itu, dari penelitian yang dia lakukan ternyata daun kelor juga mampu mencegah penyakit diabetes melitus atau pada orang memiliki kadar gula tinggi.
“Pada prediabetes, bila kita berikan daun kelor dengan dosis tertentu, maka kadar gula bisa terjaga. Tentunya harus diimbangi dengan pola makan yang baik,” ungkapnya.
Dok Mo berharap, seiring dengan banyak manfaatnya dari tanaman kelor. Gerakan satu keluarga satu pohon kelor dapat terus digelorakan, guna memastikan asupan gizi keluarga terjamin.
Stigma daun kelor seperti sebagai makanan orang kurang mampu kata dia, harus dihilangkan. Sebab daun kelor memiliki nutrisi sangat lengkap bagi kebutuhan tubuh.
Utamanya dalam memastikan Indonesia zero new stunting di 2045, dimana generasi emas yang membawa bangsa sebagai negara maju.
“Saya concern karena angka stunting di Indonesia cukup tinggi. Di 2023 masih di atas 21 persen. Sehingga dapat memengaruhi cita-cita Indonesia. Indonesia emas akan lebih terjal jalannya, kalau kita tidak mengatasi stunting,” kata Dok Mo.
Apalagi menurut Dok Mo, daun kelor dapat menjadi sumber ketahanan ekonomi jika produksinya dimassifkan. Dimana tidak sedikit kata dia, industri herbal yang membutuhkan pasokan daun kelor untuk memenuhi kebutuhan produksi obat mereka.
“Enggak punya halaman, bisa komunal. Kalau lahannya luas, bisa UMKM. Satu desa bisa menghasilkan banyak daun kelor, bisa ke pengusaha herbal. Bisa ketahanan ekonomi juga,” ucapnya.
Sebab itu dia kembali menegaskan, sangat berharap pemerintah dapat memerhatikan soal manfaat daun kelor ini. Supaya ketahanan pangan dan keterpenuhan nutrisi masyarakat terjaga.
“Kalau ditanam, bisa diambil kapanpun, dimanfaatkan kapanpun,” tandasnya.