“Eco enzym yang kami buat ini sudah dijual secara offline dan online juga. Alhamdulillah sering diborong karena manfaatnya juga terasa oleh konsumen. Dan yang paling penting, tidak ada bau busuk dari sampah organiknya,” jelasnya.
Sedangkan sampah anorganik disulap menjadi kreasi lain yang bernilai ekonomis juga. Seperti sampah-sampah kertas diolah jadi bubur kertas dan dibentuk ke dalam beragam kreasi.
“Ini dibikin sama anak-anak Karang Taruna RW 01,” katanya sambil menunjukkan beberapa hasil karya dari bubur kertas.
Sementara itu, Sekretariat Lurah Kebongedang, Teti Atmayanti Sari menyebutkan, Kelurahan Kebongedang sudah memiliki dua kawasan bebas sampah (KBS) yakni RW 01 dan 04. Ia berharap seluruh RW di Kelurahan Kebongedang secara bertahap bisa menjadi KBS.
“Untuk itu kami terus rutin menyosialisasikan pengelolaan sampah secara door to door. Kami juga lakukan pemilahan dari rumah ke rumah, khususnya organik,” papar Teti.
Lalu, sampah organik juga diangkut tiap dua hari sekali yang ditampung di Buruan Sae. Sampah organik yang telah dikumpulkan diolah di rumah maggot dan galon kompos lingkungan (gaspol).
“Hasilnya bisa dimanfaatkan untuk Buruan Sae. Sedangkan pengolahan sampah sisanya (residu) dibuang ke TPS, tapi sudah terpilah. Di sini ada bank sampah yang sudah bekerja sama dengan bank sampah induk,” akunya.
Ia berharap, masyarakat sudah mulai mencoba memilah sampah dari rumah masing-masing. Minimal memilah jenis anorganik dan organik.