Menurut Ono, upaya pemerintah untuk menerapkan diversifikasi pangan tidak akan berjalan lancar bila masyarakatnya tidak dibiasakan. Salah satu caranya kan lewat budaya dan adat istiadat. Jadi mudah-mudahan apa yang ada di Cireundeu ini bisa dilestarikan dan dipertahankan,” kata Ono.
Kebiasaan masyarakat Kampung Adat Cireundeu mengonsumsi beras dan produk olahan lain berbahan baku singkong bukan tanpa tantangan. Terutama dari masyarakat kampung itu sendiri.
“Kita ada 1300 suku, 700 bahasa, tapi seakan-akan suku itu saat ini banyak yang kehilangan jati diri. Apalagi generasi mudahnya, mereka merasa tidak kekinian, modernisasi mengubah kebiasaan,” kata Ono.
Contohnya, saat ini pemerintah setiap tahunnya mengimpor 12 juta ton gandum lantaran terjadi pergeseran kebiasaan konsumsi anak muda.
“Mereka berpikir ah ga mau n,asi tapi makan gandum. Karena merasa lebih keren dan kekinian. Padahal gandum tidak bisa ditanam di Indonesia, harus impor,” kata Ono.
Sementara soal kebiasaan warga Kampung Adat Cireundeu yang mengonsumsi singkong, juga harus ditunjang dengan inovasi dan regenerasi supaya tidak mencapai titik akhir adat istiadat.
“Ya harus ada perluasan (bidang tanam singkong), sosialisasi sumber karbohidrat non beras ini. Karena produksi makanan karbohidrat non beras juga harus digalakkan, mengingat luasan bidang tanam beras setiap tahun mengalami penyempitan,” kata Ono. *agung