Menurut catatan sejarah, lanjutnya, ada enam atau tujuh pondok pesantren yang usianya lebih dari satu abad. Ada sekitar lima pesantren yang berdiri pada abad 14 Masehi. “Berarti jika pesantren sudah hadir di abad 14, maka usianya lebih tua dari usia penjajah yang memperkenalkan kepada kita sekolah umum. Lalu pesantren berdinamika dan melahirkan banyak tokoh dan pahlawan,” tuturnya.
Pada sisi yang lain seperti menegaskan, pesantren tidak pernah memperjuangkan bahwa Indonesia harus menjadi negara Islam atau negara agama. Maka pada perkumpulan ulama tahun 1936 dicetuskan satu rumusan, Indonesia bukan darul Islam tetapi Indonesia negeri yang darussalam. Indonesia bukan negara agama tetapi negara yang penuh kedamaian.
UU Pesantren
Dikatakan, masyarakat pesantren yang tergabung juga dalam diniyah takmiliyah, tidak pernah lagi memperjuangkan Indonesia harus jadi negara Islam. “Karena bagi kita, nilai-nilai Al Qur’an, nilai-nilai Islam sudah terkandung dalam Pancasila. Sebab itu tahun 2019 terjadi perdebatan yang panjang seputar keadaan pendidikan Islam di masa mendatang,” katanya.
Maka Presiden Jokowi mencoba mengikhtiarkan bersama DPR RI yang kemudian lahir UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Maka Jawa Barat yang pertama menerbitkan perda tentang pendanaan penyelenggaraan pesantren.
Apa yang dilakukan malam ini, semakin mengukuhkan Jawa Barat sebagai teladan secara nasional, menjadi monumen bukan hanya Indonesia tetapi berdampak pada dunia. Bukan hanya dalam kepentingan pendidikan yang lain tetapi juga implementasi keagamaan.
Dalam UU tersebut ada tiga fungsi pesantren, yaitu pendidikan, dakwah, serta pemberdayaan dan pembinaan masyarakat. Dalam kontek pendidikan, patut bersyukur karena ada Perpres No. 82/2021 yang menjelaskan lima sumber keuangan pesantren. Diharapkan diniyah takmiliyah juga memperoleh sumber keuangan.
Namun sebesar apapun bantuan, sebenarnya tidak akan sebanding dengan jasa pondok pesantren dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Dia mengutip pandangan Ketua PBNU KH Yahya Staquf bahwa tidak wajib masyarakat mendirikan sekolah, tidak wajib kelompok masyarakat mendirikan lembaga lembaga pendidikan, yang wajib mendirikan lembaga-lembaga itu negara.
“Tapi dalam konteks masyarakat Indonesia, pondok pesantren dan madrasah takmiliyah berkontribusi menghidupkan negara. Kegiatan ini adalah sesuatu yang monumental dan bersejarah. Kami harus mendukung dan kami mencoba berfikir serta penting dikomunikasikan, ke depannya mungkin saja dana APBD, dana de sa, bisa dialokasikan untuk kepentingan madrasah diniyah takmiliyah,” pungkasnya.(*)